BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sanitasi merupakan salah satu
komponen dari kesehatan lingkungan, yaitu perilaku yang disengaja untuk
membudayakan hidup bersih untuk mencegah manusia bersentuhan langsung dengan
kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan dapat menjaga dan
meningkatkan kesehatan manusia. Sanitasi pasar
adalah usaha pengendalian melalui kegiatan pengawasan dan pemeriksaan terhadap
pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan oleh pasar yang erat hubunganya dengan
timbul atau merebaknya suatu penyakit.Kondisi sanitasi di Indonesia
memang tertinggal cukup jauh dari Negara-negara tetangga. Dengan Vietnam saja
Indonesia hampir disalip, apalagi dibandingkan dengan Malaysia atau Singapura
yang memiliki komitmen tinggi terhadap kesehatan lingkungan di negaranya.
Jakarta hanya menduduki posisi nomor 2 dari bawah setelah Laos dalam pencapaian
cakupan sanitasinya.
Salah satu contoh dari kondisi
sanitasi yang buruk di Indonesia adalah sanitasi lingkungan pasar, khususnya
pasar tradisional. Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan
pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual dan pembeli secara
langsung dan biasanya ada proses tawar-menawar, bangunan biasanya terdiri dari
kios-kios.
Salah satu contoh pasar tradisional
yang ada di Indonesia khususnya di daerah Bandung adalah Pasar Gede Bage. Pasar
Gede Bage memiliki kondisi sanitasi yang masih belum bisa dikatakan ideal
sebagaimana pasar tradisional di negara-negara maju.
Sanitasi sangat menentukan
keberhasilan dari paradigma pembangunan kesehatan lingkungan lima tahun ke
depan yang lebih menekankan pada aspek pencegahan dari aspek pengobatan.
Sehingga adanya upaya perbaikan sanitasi sejak dini kususnya pada pasar
tradisional dapat membantu dalam peningkatan kualitas kesehatan masyarakat
disamping adanya perbaikan sanitasi di lingkungan pasar tradisional.
B. Problematika
1. Bagaimana
kondisi sanitasi di Pasar Gede Bage ?
2. Bagaimana
upaya pengelolaan sanitasi di Pasar Gede Bage ?
C. Tujuan
Penelitian
1. Mengetahui
kondisi sanitasi di Pasar Gede Bage.
2. Menjelaskan
upaya apa saja yang ditempuh dalam pengelolaan sa
D. Manfaat
Penelitian
1. Memberikan
informasi kepada pembaca mengenai kondisi sanitasi di Pasar Gede Bage.
2. Memberikan
informasi dan pemecahan masalah sanitasi di Pasar Gede Bage.
BAB
II
METODE
PENELITIAN
Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode
penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif sering disebut metode
penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang
alamiah (natural setting) karena data
yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif. Metode penelitian
kualitatif ini berisi tentang bahan prosedur dan strategi yang digunakan dalam
riset serta keputusan- keputusan yang dibuat tentang desain riset.
Menurut Sutopo (2006: 9), metode pengumpulan
data dalam penelitian kualitatif secara umum dikelompokkan ke dalam dua jenis
cara, yaitu teknik yang bersifat interaktif dan non-interaktif. Metode
interaktif meliputi interview dan observasi berperan serta sedangkan metode noninteraktif
meliputi observasi tak berperan serta, teknik kuesioner, mencatat dokumen,
dan partisipasi tidak berperan. Sedangkan Sugiyono (2008: 63) mengungkapkan ada
empat macam teknik pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara, dokumentasi
dan gabungan /triangulasi.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi. Wawancara adalah usaha mengumpulkan informasi dengan
mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula.
Ciri utama dari wawancara adalah kontak langsung dengan tatap muka (face
to face relation ship) antara si pencari informasi dengan sumber informasi
(Sutopo 2006: 74).
Observasi hakikatnya merupakan
kegiatan dengan menggunakan pancaindera, bisa penglihatan, penciuman,
pendengaran, untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk menjawab masalah
penelitian. Hasil observasi berupa aktivitas, kejadian, peristiwa, objek,
kondisi atau suasana tertentu, dan perasaan emosi seseorang. Observasi
dilakukan untuk memperoleh gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian untuk
menjawab pertanyaan penelitian.
Informasi juga bisa diperoleh lewat
fakta yang tersimpan dalam bentuk surat, catatan harian, arsip foto, hasil
rapat, cenderamata, jurnal kegiatan dan sebagainya. Data berupa dokumen seperti
ini bisa dipakai untuk menggali infromasi yang terjadi di masa silam. Peneliti
perlu memiliki kepekaan teoretik untuk memaknai semua dokumen tersebut sehingga
tidak sekadar barang yang tidak bermakna.
Jenis wawancara meliputi
wawancara bebas, wawancara terpimpin, dan wawancara bebas terpimpin (Sugiyono,
2008: 233). Wawancara bebas, yaitu pewawancara bebas menanyakan apa saja tetapi
juga mengingat akan data apa yang dikumpulan. Wawancara terpimpin, yaitu
wawancara yang dilakukan oleh pewawancara dengan membawa sederetan pertanyaan
lengkap dan terperinci. Wawancara bebas terpimpin, yaitu kombinasi antara
wawancara bebas dan wawancara terpimpin.
BAB
III
DESKRIPSI
DATA
Berdasarkan penelitian yang penulis
lakukan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi, penulis menemukan bahwa
Pasar Gede Bage masih jauh dari pasar sehat. Akan tetapi, tidak semua unsur di
Pasar Gede Bage itu buruk. Ada beberapa unsur yang sudah bisa disebut cukup
baik dan memadai, salah satunya adalah kondisi toilet umumnya.
Dari beberapa foto hasil dokumentasi, penulis
menemukan bahwa kondisi toilet umum cukup baik dan memadai. Hanya saja, dari
beberapa hasil dokumentasi, penulis menemukan bahwa kondisi kesehatan,
kebersihan, keindahan, dan kenyamanan di pasar tersebut masih belum bisa
dikatakan cukup baik. Banyak sekali sampah yang berserakan di pinggir jalan.
Sampah-sampah tersebut datang dari para pedagang dan pengunjung. Namun, dari
hasil wawancara dan observasi yang peneliti lakukan, diketahui bahwa penyumbang
sampah terbesar adalah penjual karena lebih banyak ditemukan sampah seperti
sayuran dan buah-buahan busuk. Selain itu juga saluran air yang terletak di
samping pasar tidak mengalir dan sering meluap ketika hujan karena sampah yang
menumpuk.
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil dari penelitian
mengenai kondisi sanitasi Pasar Gede Bage, dapat kita ketahui bahwa kondisi
sanitasi di pasar tersebut belum bisa dikatakan baik. Namun bukan berarti
kondisi sanitasi di Pasar Gede Bage buruk sepenuhnya. Misalnya saja beberapa
kondisi toilet umum di Gede Bage yang cukup baik bagi kesehatan. Hal ini dapat
dilihat secara langsung dari kondisi toilet tersebut. Air yang digunakan juga
memenuhi tiga syarat air yang baik yaitu, tidak berbau, tidak berwarna, dan
tidak berasa.
Dari hasil wawancara dengan
beberapa pengelola toilet di Pasar Gede Bage, dapat diketahui bahwa ternyata
toilet tersebut merupakan usaha perseorangan. Pihak pasar hanya menyediakan
tempat yang kemudian disewakan sebagai toilet umum. Penyewa harus membayar uang
sewa setiap bulannya. Diakui bahwa tarif yang dipasang penyewa bagi pengguna
toilet digunakan untuk membayar sewa dan perawatan terhadap kondisi toilet
tersebut.
Selain kondisi toilet, peneliti
juga menemukan banyaknya sampah yang berserakan di lingkungan Pasar Gede Bage.
Diketahui bahwa penyumbang sampah terbesar adalah pedagang karena lebih banyak
ditemukan sampah sayuran dan buah-buahan busuk yang dibiarkan begitu saja. Hal
ini tentu sangat mengganggu kenyamanan dan juga kesehatan di lingkungan Pasar
Gede Bage.
Sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan pada Pasal 5 UU Pengelolan Lingkungan Hidup No.23
Th.1997, bahwa masyarakat berhak atas Lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Untuk mendapatkan hak tersebut, pada Pasal 6 dinyatakan bahwa masyarakat dan
pengusaha berkewajiban untuk berpartisipasi dalam memelihara kelestarian fungsi
lingkungan, mencegah dan menaggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Terkait dengan ketentuan tersebut, dalam UU NO. 18 Tahun 2008 secara eksplisit
juga dinyatakan, bahwa setiap orang mempunyai hak dan kewajiban dalam
pengelolaan sampah. Dalam hal pengelolaan sampah pasal 12 dinyatakan, setiap
orang wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara berwawasan lingkungan.
Masyarakat juga dinyatakan berhak berpartisipasi dalam proses pengambilan
keputusan, pengelolaan dan pengawasan di bidang pengelolaan sampah. Tata cara
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan
memperhatikan karakteristik dan tatanan sosial budaya daerah masing-masing.
Berangkat dari ketentuan tersebut, tentu menjadi kewajiban dan hak setiap orang
baik secara individu maupun secara kolektif, demikian pula kelompok masyarakat
pengusaha dan komponen masyarakat lain untuk berpartisipasi dalam pengelolaan
sampah dalam upaya untuk menciptakan lingkungan perkotaan dan perdesaan yang
baik, bersih, dan sehat.
Beberapa
pendekatan dan teknologi pengelolaan dan pengolahan sampah yang telah
dilaksanakan antara lain adalah:
1. Teknologi Komposting
Pengomposan adalah
salah satu cara pengolahan sampah, merupakan proses dekomposisi dan stabilisasi
bahan secara biologis dengan produk akhir yang cukup stabil untuk digunakan di
lahan pertanian tanpa pengaruh yang merugikan (Haug, 1980). Penelitian yang
dilakukan oleh Wahyu (2008) menemukan bahwa pengomposan dengan menggunakan
metode yang lebih modern (aerasi) mampu menghasilkan kompos yang memiliki
butiran lebih halus, kandungan C, N, P, K lebih tinggi dan pH, C/N rasio, dan
kandungan Colform yang lebih rendah dibandingkan dengan pengomposan secara konvensional.
2. Teknologi Pembuatan Pupuk Kascing
3. Pengelolaan sampah mandiri
Pengolahan sampah
mandiri adalah pengolahan sampah yang dilakukan oleh masyarakat di lokasi
sumber sampah seperti di rumah-rumah tangga. Model pengelolaan sampah mandiri
akan memberikan manfaat lebih baik terhadap lingkungan serta dapat mengurangi
beban TPA. Pemilahan sampah secara mandiri oleh masyarakat di Kota Denpasar
masih tergolong rendah yakni baru mencapai 20% (Nitikesari, 2005).
4. Pengelolaan
sampah berbasis masyarakat
Pola pengelolaan
sampah berbasis masyarakat sebaiknya dilakukan secara sinergis (terpadu) dari
berbagai elemen dengan menjadikan komunitas lokal sebagai objek dan subjek
pembangunan, khususnya dalam pengelolaan sampah untuk menciptakan lingkungan
bersih, aman, sehat, asri, dan lestari. Undang-Undang tentang pengelolaan
sampah telah menegaskan berbagai larangan seperti membuang sampah tidak pada
tempat yang ditentukan dan disediakan, membakar sampah yang tidak sesaui dengan
persyaratan teknis, serta melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka
di TPA. Penutupan TPA dengan pembuangan terbuka harus dihentikan dalam waktu 5
tahun setelah berlakunya UU No. 18 Tahun 2008. Dalam upaya pengembangan model
pengelolaan sampah pasar harus dapat melibatkan berbagai komponen pemangku
kepentingan seperti pemerintah daerah, pengusaha, LSM, dan masyarakat.
Ada beberapa
standar yang dapat menjadi indikator apakah pasar tersebut sehat ditinjau dari
kondisi toilet umum, kenyamanan, dan juga kesehatan lokasinya, diantaranya adalah
:
1. Air bersih
-
Tersedia air bersih dengan jumlah yg
cukup setiap hari secara berkesinambungan, minimal 40 liter per pedagang.
-
Kualitas air bersih yg tersedia memenuhi persyaratan.
-
Tersedia tendon air yang menjaminn kesinambungan
ketersediaan air dan dilengkapi dengan keran yang tidak bocor.
-
Jarak sumber air bersih dengan pembuangan limbah minimal 10
m.
-
Kualitas air bersih diperika setiap enam (6) bulan sekali.
2. Toilet
-
Harus tersedia toilet laki2 dan perempuan yg terpisah
dilengkapi dengan tanda/simbol yg jelas dengan proporsi sbb : Setiap penambahan
40-100 orang harus ditambah satu kamar mandi dan satu toilet.
-
Didalam kamar mandi
harus tersedia bak dan air bersih dalam jumlah yang cukup dan bebas
jentik.
-
Lantai dibuat kedap
air, tidak licin, mudah dibersihkan dg kemiringan sesuai ketentuan yg berlaku
sehingga tidak terjadi genangan.
-
Tersedia tempat sampah yg cukup.
3. Pengelolaan sampah
-
Setiap kios/los/lorong terseia tempat sampah basah dan
kering.
-
Terbuat dari bahan kedap air, tidak mudah berkarat, kuat, tertutup,
dan mudah dibersihkan.
-
Tersedia alat angkut sampah yg kuat, mudah dibersihkan dan
mudah dipindahkan.
-
Tersedia tempat pembuangan sampah sementara (TPS), kedap
air, kuat, kedap air atau kontainer, mudah dibersihkan dan mudah dijangkau
petugas pengangkut sampah.
-
TPS tidak menjadi tempat perindukan binatang (vektor)
penular penyakit.
-
Lokasi TPS tidak berada di jalur utama pasar dan berjarak
minimal 10 m dari bangunan pasar.
-
Sampah diangkut minimal 1 x 24 jam.
A. Pendekatan
Analisis Ekosistem
Ekosistem merupakan tatanan
kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang
saling memengaruhi. Ekosistem merupakan hubungan yang amat kompleks antara
organisme dengan lingkungannya, baik biotik maupun abiotik yang secara
bersama-sama membentuk sistem ekologi.
Dilihat dari analisis ekosistem
mengenai keadaan Pasar Gede Bage, komponen lingkungannya meliputi biotik :
hewan atau daging yang dijual, sayur-mayur, buah-buahan, makanan ringan,
makanan berat, makanan pokok, rempah-rempah, dan barang lainnya, serta manusia.
Sedangkan komponen yang meliputi abiotik atau komponen fisik meliputi : tanah,
air, kios, cahaya lampu atau penerangan, energi matahari, alat transfortasi, inftrastruktur,
dan sebagainya.
Hubungan antar sesama komponen
tersebut, sama-sama saling memengaruhi antara komponen satu dengan komponen
yang lainnya. Di dalam lingkungan fisik tadi, terdapat berbagai macam organisme
baik secara individu maupun komunitas, yang pastinya akan terjadi saling
berinteraksi denag unsur-unsur fisik disekelilingnya.
Jika dijelaskan, maka biotik dan
abiotik secara alami akan saling berinteraksi. Sebagai studi kasus, hewan atau
daging yang diperjual belikan, ia membutuhkan air untuk dibilas dan dibersihkan
dari kotoran, selain itu juga ketika daging tersebut busuk, maka akan mencemari
udara dan menimbulkan bau, timbulnya bau pada daging akan dihinggapi lalat dan
pengurai lainnya. Ketika daging busuk dibuang ke sampah, ia akan dimakan dan di
urai oleh bakteri.
Sama halnya dengan sayuran dan
buah-buahan, membutuhkan air untuk dibilas atau dibersihkan, ketika busuk akan
menjadi sampah dan mencemari air yang mengalir dalam sungai atau sanitasi yanga
terdapat di pasar, banyaknya sayuran yang terlanjur dibuang begitu saja akan
menyebabkan banjir dan saluran sungai tersumbat, akibatnya akses jalan
tergenang air dan sampah, sehingga merusak sarana jalan, dan banyak merobohkan
tanaman, bahkan mematikan tumbuh-tumbuhan yang ditanam di kawasan sungai yang
terdapat di pasar tersebut.
Tanah, sebagai komponen fisik, akan
memengaruhi sistem sanitasi, kedangkalan tanah akan dikeruk dan dipakai tambal
jalan yang bolong, tanah juga berarti untuk menimbun tumbuhan yang hendak
ditanam, tanpa tanah tumbuhan tidak akan bisa hidup dan berdiri menjulang, dan
setiap tumbuhan dalam berkembang dan bermetamorfosis memerlukan cahaya matahari
sebagai penghangat dan pengatur pembuahan untuk menjaga kesetabilan klorofil.
Transportasi dan sarana tidak akan
ada di Pasar Gede Bage yang berdiri diatas tanah, tanpa tanah itu sendiri
dengan bermacam-macam sarana dan transportasi, para penjual membawa jualannya
menggunakan motor dari rumahnya atau tempat produksinya untuk sampai ke pasar,
para pembeli tak sedikit menggunakan sarana transportasi angkutan umum untuk
pergi ke pasar dan membawa hasil belanjaannya, menuju rumah serta sopir angkot
mendapat bayaran dari jasanya untuk mencukupi perekonomian keluarga dan mempertahankan
kehidupan keluarganya.
Dalam analisis ekosistem,
lingkungan merupakan kesatuan dari dua komponen di atas tadi, yang dipadukan
untuk melihat alur dan keterkaitannya masing-masing. Karena dalam ekosistem,
tidak ada satupun komponen organisme yang sanggup melangsungkan hidupnya atas
kekuatan sendiri tanpa mengandalkan kepada interaksi secara kait-mengait dengan
lingkungannya.
Salah satu kaidah ekosistem adalah
saat antara berbagai unsur dalam lingkungan seluruhnya terdpat suatu interaksi,
slaing memengaruhi yang bersifat timbal balik (crucial interrelationship).
Serta dalam ekosistem terjadi keseimbangan yang bersifat dinamis (berubah-ubah,
kadang besar kadang kecil yang diakibatkan peristiwa alamiah atau karena ulah
manusia) tidak statis.
B. Pendekatan
Analisis Sosiosistem
Menurut Rambo (1983) mengistilahkan
hubungan antara sesama manusia dalam kajian ekologi disebut sistem sosial
(sosiosistem) bukan ekosistem, sedangkan hubungan manusia dengan komponen
lainnya disebut biosistem atau ekosistem. Selanjutnya, dalam sosiosistem selain
membentuk interaksi manusia dengan sesamanya, juga ada interaksi antara
komponen lain yang mengalir arus energi, materi, dan informasi. Kajian ekologi
manusia yang menyangkut pada hubungan antara manusia dengan sesamanya yang
menggunakan kaidah-kaidah ekosistem misalnya adaptasi, komunikasi, resiliensi,
interaksi dan sebagainya.
Dari uraian pengertian sosiosistem
diatas, dapat peneliti analisis dengan objek observasi kami di Pasar Gede Bage.
Saat manusia dengan sesamanya saling memerlukan dan menguntungkan, ada objek
ekosistem lain dibalik semua itu. Misalnya dalam kasus yang kami temui di Pasar
Gede Bage. Antara penjual dan pembeli sendiri secara langung saling
memengaruhi, dimana penjual diuntungkan oleh adanya pembeli, dan pembeli dimudahkan
mendapatkan apa yang ia butuhkan dari penjual untuk mencukupi kebutuhannya.
Ketika adanya hubungan kausalitas
atau timbal balik antara penjual dan pembeli, serta ada ekosistem lain
didalamnya, menghasilkan pula hubungan antar manusia yang disebut interaksi,
adaptasi dan sosialisasi. Jika seorang penjual dan pembeli tidak ada atau tidak
menghasilkan interaksi, bukan transaksi namanya, dan bukan juga hubungan
sosiosistem. Tawar menawar salah satu contoh interaksi, adaptasi dan
sosialisasi.
Adaptasi manusia dengan sesama
manusia misalnya dalam bentuk mengkonsumsi makanan pokok, mahasiswa yang lapar
setelah selesai kuliah, mampir di rumah makan yang telah dihidangkan dan
dimasak oleh pihak rumah makan, dan mahasiswa teresebut mengkomsumsi hasil
kerja pihak rumah makan itu. Dengan adaptasi seperti ini, maka ekosistem
interaksi antara manusia dengan sesamanya berlangsung seimbang dan penuh
komitmen dan juga integritas dalam ekosistemnya. Selain dari materi yang
disebutkan diatas, manusia juga beradaptasi dengan sesamanya dalam bidang
nonmateri seperti bahasa, adat istiadat, budaya dan kebiasaan lainnya. Jika
kita pergi keluar negeri namun kita tidak bisa berbahasa mereka, maka anak
sulit saling memahami dan mengerti, dan tidak akan terjadi adaptasi yang
seimbang.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pasar Gede Bage masih belum bisa
dikatakan sebagai pasar yang memiliki sistem sanitasi yang baik dan juga masih
kurang dalam segi kesehatan dan juga kenyamanan. Namun ada beberapa hal yang
bisa disebut cukup baik yaitu kondisi toilet umumnya yang cukup nyaman dan
bersih. Akan tetapi, jika dilihat dari kebersihan lingkungan, pasar tersebut
masih sangat minim. Terbukti dari banyaknya sampah yang berasal dari penjual
maupun pembeli yang tersebar dipinggir jalan. Hal ini tentu mengganggu
pemandangan dan juga menunjukan kesehatan dan kenyamanan yang minim. Akibatnya,
Pasar Gede Bage menjadi langganan banjir apabila hujan datang.
Dalam menanggulangi masalah yang
ditemukan selama penelitian itu diperlukan kesadaran dari seluruh anggota pasar
tersebut (penjual dan pembeli). Kita tidak dapat terus menerus mengharapkan
pemerintah yang turun tangan dalam menyelesaikan masalah ini. Meskipun
pemerintah memiliki program yang baik dalam menyelesaikan masalah ini, namun apabila
tidak ada kesadaran dari masyarakat, masalah tersebut akan sulit untuk
diselesaikan. Masalah terbesar saat ini di Gede Bage adalah sampah. Ada banyak
cara yang bisa dilakukan dalam menyelesaikan masalah ini dan sudah sering
digunakan yaitu, teknologi komposting, teknologi pembuatan pupuk kascing, pengelolaan sampah mandiri, dan pengelolaan
sampah berbasis masyarakat.
B. Saran
Sanitasi lingkungan dan kenyamanan
serta kesehatan di Pasar Gede Bage tidak sepenuhnya buruk namun tidak juga
dapat dikatakan baik. Kondisi toilet umum di pasar tersebut cukup baik
sedangkan masalah kenyamanan dan kesehatan di lingkungan pasar masih sangat
minim terbukti dari sampah yang tersebar di pasar tersebut. Sebagai anggota
pasar, sudah sewajarnya kita turut memelihara dan meningkatkan hal yang baik di
pasar tersebut dan memperbaiki yang belum baik.
Dalam menanggulangi masalah yang
ditemukan selama penelitian itu diperlukan kesadaran dari seluruh anggota pasar
tersebut (penjual dan pembeli). Kita tidak dapat terus menerus mengharapkan
pemerintah yang turun tangan dalam menyelesaikan masalah ini. Meskipun
pemerintah memiliki program yang baik dalam menyelesaikan masalah ini, namun
apabila tidak ada kesadaran dari masyarakat, masalah tersebut akan sulit untuk
diselesaikan.